23/02/12

Pesta ponan dan Gerakan 10.000 Batu Untuk Jalan Ponan

Pesta Adat Ponan menjadi agenda tahunan bagi masyarakat adat di dusun Poto, Lengas dan Malili Kecamatan Moyo Hilir. Tahun ini, kegiatan pesta ponan juga dilaksanakan dengan warna yang sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dimulai dengan pentas budaya ponan yang menampilkan berbagai sanggar seni dari beberapa kecamatan dan menampilkan kesenian
daerah Sumbawa yang beragam seperti tarian daerah, ngumang, kolaborasi/ansambel musik tradional dan modern, pencak silat dan lain-lain. Untuk membedakan perayaan pesta ponan pada tahun ini, lembaga adat ponan menambahkan acara sakeco yang dipentaskan hingga pagi hari. Seperti yang diungkapkan oleh saudara “Sabbit Zamsami” selaku kordinator seksi acara pada pentas budaya ponan.
 
Ketika fajar mulai menyingsing di ufuk timur, seluruh warga dari tiga dusun adat ponan berbondong-bondong menuju bukit ponan sebagai tempat puncak acara. Dibukit ponan, berbagai macam makanan/jajan yang dibawa oleh masyarakat disajikan kepada tamu undangan yang hadir untuk melakukan zikir dan doa bersama sebagai bentuk rasa syukur kepada yang kuasa karena selesainya masa menanam padi. Sayangnya, medan jalan menuju lokasi “bukit” obyek wisata ponan sangat sulit untuk ditempuh. Pasalnya, jalan/tanggul yang berada ditengah-tengah persawahan tergenang oleh air dan bercampur lumpur sehingga membuat jalan menjadi licin dan becek. Sehingga pengunjung yang berjalan maupun yang menggunakan kendaraan sangat terganggu dengan kondisi jalan.
Ketua Dewan Kesenian Samawa (DKS) Bapak Iskandar dalam sambutannya pada malam pagelaran pentas budaya ponan mengajak semua warga/pengunjung untuk bersama-sama melakukan aksi 10.000 batu. Beliau mengatakan “dengan gerakan sepuluh ribu batu untuk ponan, diharapkan mampu menjadi solusi yang murah meriah tetapi efektif dan efisien untuk menanggulangi kondisi jalan yang kurang baik saat ini”. Tambahnya “bila semua pengunjung yang datang ke bukit ponan membawa masing-masing satu buah batu saja, yang kemudian batu itu akan ditaburkan disepanjang jalan menuju bukit ponan, dipastikan jalan yang saat ini becek akan menjadi bagus bila batu-batu tadi disusun dengan rapi. Walaupun tidak seluruh badan jalan bisa diperbaiki, paling tidak tahun ini jalan tersebut bisa diperbaiki sepanjang 100 meter saja dan tidak mustahil pada tahun-tahun berikutnya akan selesai sesuai dengan harapan.
Dengan “Gerakan 10.000 batu untuk ponan” semua masyarakat tentu bisa berpartisipasi dalam upaya melestarikan dan mengembangkan pariwisata di daerah ini. Namun, pemerintah juga punya andil besar dalam menjaga kelestarian dan memajukan asset kebudayaan yang ada saat ini. Misalnya dengan membuat akses jalan yang lebih bagus dan beraspal menuju obyek wisata ponan. Sehingga masyarakat dapat dengan mudah untuk menuju ke lokasi tersebut. Selain itu, jika akses jalan sudah bagus, obyek wisata ponan akan sering dikunjungi oleh wisatawan setiap harinya. Apalagi kisah kearifan local adat ponan telah diabadikan ke dalam buku yang berjudul “Kisah Haji Batu” yang diterbitkan oleh penerbit “Ombak” Surabaya. (Jul-Gempar) 
Masyarakat setempat menyebut pesta rakyat ini dengan nama Pesta Ponan, seperti nama bukit tempat dilaksanakan upacara. Pesta Ponan diikuti oleh ratusan warga sekitar baik tua-muda maupun anak-anak. Suasana bukit Ponan yang biasanya senyap, menjadi tampak semarak.
Mereka berkumpul di atas bukit, menuju beberapa makam, salah satu diantaranya adalah makam HM Gaffar atau lebih dikenal dengan Haji Batu. HM Gaffar, adalah tokoh sakti yang dihormati dan disegani warga sekitar bukit Ponan.
Warga datang membawa sesajian terdiri dari enam jenis makanan dan buah-buahan. Seluruh makanan tersebut kemudian ditempatkan pada sebuah balai-balai kecil semacam altar yang terdapat di komplek makam tersebut. Makanan-makanan itu disusun rapi agar mudah dibagikan kepada pengunjung.
Warga atau pengunjung yang tidak mendapat tempat di komplek bukit Ponan, rela mengikuti tahapan-tahapan upacara dari tempat yang agak jauh.
Pesta Ponan diawali dengan dzikir dan doa bersama yang dipimpin oleh pemuka adat dan pemuka agama. Usai doa, warga membaca pujian untuk seluruh leluhur mereka dalam bahasa Samawa (Sumbawa). Setelah itu, dilanjutkan dengan pembagian makanan keseluruh warga dan akhir acara ditandai dengan makan bersama.
Kearifan Lokal Pesta Ponan tidak diketahui kapan mulai dilaksanakan masyarakat sekitar bukit. Masyarakat hanya mengetahui bahwa pesta Ponan merupakan pesta tahunan yang sudah dijalani masyarakat setempat secara turun-temurun. Upacara ini sebagai wujud syukur masyarakat pascatanam padi sekaligus ajang silaturahmi antarwarga.
Ketua Lembaga Adat Ponan, Hatta Jamal, mengemukakan, pesta Ponan tahun ini digelar pada 6 Februari. Pelaksanaan pesta rakyat ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerintah desa setempat.
Konon, masyarakat Dusun Poto, Lengas dan Malili di Kecamatan Moyo Hilir, Sumbawa, dulu berasal dari satu rumpun yaitu Desa Bekat. Sedangkan HM Gaffar atau Haji Batu merupakan nenek moyang warga Bekat. Sebagian masyarakat bahkan menyebut warga setempat sebagai "warga Bekat" meskipun Bekat sendiri kini hanya merupakan satu dusun di Desa Poto.
Pesta Ponan kental dengan ajaran kearifan lokal , utamanya yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan sekitar agar lestari.
Setiap bahan makanan berbahan dasar beras harus dikukus atau dimasak, tidak boleh digoreng. Bahan makanan itu harus diambil dari kekayaan alam setempat. Sedangkan jenis makanan yang dihasilkan antara lain buras, lepat, patikal dan ketupat.
Bahan makanan itu dimasak secara bergotong royong oleh masing-masing keluarga. Warga biasanya memasak bahan makanan di rumah masing-masing sehari sebelum pesta, karena untuk memasak berbagai jenis makanan itu dibutuhkan waktu cukup lama. Makanan tersebut kemudian dibawa untuk "kenduri" sebelum disajikan kepada para tamu yang hadir dalam pesta.
Ketua Lembaga Adat Ponan, Hatta Jamal, menjelaskan, proses memasak dengan merebus atau mengukus akan mengeluarkan uap air dan diharapkan dapat mendatangkan hujan sehingga dapat menjaga kesuburan tanaman petani.
Tidak hanya itu, meski dalam pesta Ponan warga memakan berbagai makanan yang ada, namun makanan-makanan itu tidak dihabiskan semua. Sebagian makanan dibawa pulang untuk disebar di ladang dan sawah mereka. Mereka percaya makanan itu bisa menyuburkan sawah ladang mereka serta menghindarkan dari segala bencana.

Bahkan, ketika pesta usai beberapa warga juga memunguti sampah dari bungkus makanan ke kantong. Sampah-sampah tersebut selanjutnya dibuang ke sawah. Mereka percaya bungkus makanan itu pun akan menyuburkan sawah ladangnya.
"Menurut keyakinan warga, makanan yang ditebarkan ke sawah atau ladang akan menyuburkan sawah atau ladang mereka," kata Hatta.
Menurut Hatta Pesta Ponan merupakan upacara tradisi yang sarat dengan makna berupa pelajaran hidup bagi masyarakatnya. Warga percaya, bersikap bijak dalam mengelola lingkungan dan lestari, diyakini akan mendukung terciptanya keberlanjutan hidup manusia itu sendiri.
 
sumber: Sadur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar