13/11/11

diskusi menarik tentang pertambangan di Bima

Bima, salah satu daerah di Nusa Tenggara Barat, tiba-tiba bergolak. Sudah hampir sebulan ini rakyat melakukan gerakan perlawanan. Meskipun jarang menjadi perhatian dalam politik nasional, tetapi beberapa minggu terakhir ini perlawanan rakyat Bima telah menjadi sorotan.
Kejadian pertama yang menjadi sorotan adalah peristiwa 10 Februari 2011 lalu, di depan kantor kecamatan Lambu, Bima. Saat itu, ribuan warga Lambu menggelar aksi di kantor kecamatan dan mendesak sang camat untuk bersikap menolak pertambangan di daerahnya. Di tengah proses negosiasi, Polisi telah menyerang warga dan menembak beberapa orang warga.
Kejadian terbaru berlangsung 24 Februari lalu, di kecamatan Parado. Saat itu ribuan warga mendatangi Kantor Polsek untuk menuntut pembebasan Ahmadin, seorang aktivis yang ditahan Polres Bima karena dugaan melakukan pembakaran terhadap basecamp PT. Valey Sumbawa Mining. Karena Polisi tidak juga merespon dengan baik tuntutan warga, massa pun membakar kantor Polsek dan menyandera Kapolseknya. Sore harinya, sekitar pukul 18.10 WIB, Polisi menyerbu warga desa dengan senjata lengkap. Sembilan orang rakyat terkena tembakan peluru tajam dan tiga orang lainnya ditangkap.
Hampir semua kejadian itu bermula dari penolakan warga atas kehadiran perusahaan tambang di daerahnya. Dengan kehadiran perusahaan tambang tersebut, masyarakat mulai kehilangan akses terhadap sumber-sumber kehidupan seperti hutan, tanah, dan air. Selain itu, eksplorasi tambang itu tidak sedikit yang menyebabkan kerusakan ekologis, merusak lahan pertanian rakyat, mengganggu usaha ekonomi rakyat, dan lain sebagainya.
Meskipun sebagian besar tanahnya adalah daratan tinggi (70%), dan hanya 30% yang merupakan daratan rendah, Bima punya potensi alam yang besar: emas, tembaga, pasir besi, dan mangan. Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, telah mengobral sejumlah ijin pertambangan kepada sejumlah perusahaan untuk mengeksploitasi kekayaan alam di Bumi Maja Labo Dahu. Di Kecamatan Lambu sendiri, Bupati Ferry Zulkarnain telah memberi ijin usaha pertambangan kepada dua perusahaan, yaitu PT. Sumber Mineral Nusantara dan PT. Indo Mineral Cipta Persada. Selain melalui ijin usaha dari bupati, beberapa perusahaan tambang itu mendapatkan ijin melalui kontrak karya bersama pemerintah pusat.
Kejadian ini tidak bisa dipisahkan dari kebijakan neoliberal yang dipraktekkan pemerintah pusat. Melalui dua kebijakan perundangan yang berbau neoliberal, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, pemerintah daerah diberi kekuasaan untuk mengeluarkan ijin pertambangan. Dan, dengan demikian, modal asing juga punya keleluasaan untuk masuk dan mengeruk kekayaan daerah.
Bagi rakyat Bima, yang punya ikatan kuat secara kultural dengan alam dan tanahnya, kehadiran perusahaan tambang tersebut jelas merupakan ancaman terhadap kehidupan mereka. Karena itulah rakyat Bima telah melakukan perlawanan sehebat-hebatnya. Meskipun berkali-kali mendapatkan represi, tetapi perlawanan rakyat tidak memperlihatkan tanda-tanda akan surut.
Hanya saja, hal yang patut dihindari dari perlawanan ini adalah, bahwa perlawanan ini disempitkan menjadi isu kekerasan dan HAM semata, sementara pemicu kemarahan rakyatnya tidak dikuatkan. Oleh karena itu, berhubung kejadian semacam ini terjadi juga di daerah-daerah lain, maka solidaritas dan jaringan perlawanan menjadi sangat penting.
Sangat penting bagi gerakan anti-imperialisme, mengingat bahwa sebagian besar perusahaan tambang ini adalah perusahaan asing, bahwa isu semacam ini bisa menjadi amunisi tambahan untuk membangun persatuan nasional melawan imperialisme

DISKUSI MENARIK DI FACEBOOK MENGENAI TAMBANG


Ilham Abdul Rasul Se Banyak diantara kita yg membuat kesimpulan dengan sebuah asumsi. Terkait tambang kita butuh waktu yg panjang untuk mengkajinya, tidak boleh kita hanya karna pernah melihat penambangan yg tidak banyak memberi keuntungan buat rakyat lalu kita secara reaktif melakukan penolakan seolah apa yg pernah kita lihat persis akan terjadi karna yang demikian dg menumpang istilah kang jalal sebagai kesalahan berpikir karna kita berusaha menggenaralisasi semua masalah, problem freeport hanyalah sebuah kasus dan tdk boleh lantaran kasus itu lalu kita membayangkan bahwa kasus yg sama akan terjadi di Bima ketika penambangan dilakukan dan yg tidak kalah pentingnya adalah kita harus berusaha untuk tidak reaktif dg melakukan provokasi yg berlebihan. Hemat saya buka aja ruang uji akademik tentang manfaat atau kemudharatan jika penambangab dilakukan, sy pikir cara seperti itu lebih elegan dan hasilnya bisa mendapat legitimasi yg kokoh secara akademik. Barulah kita berada pd satu kesimpulan haruskah penambangan dilanjut atau dihentikan. Selamat mencoba


Andi Tenriajeng 
over generalisation -kata kang jalal- tapi hemat saya suara lokal patut dipertimbangkan, kritisisme masyarakat patut diacungi jempol, sebab tidak ada pertambangan yg menguntungkan dalam jangka panjang, contohnya di kampung saya Tanabatue, sebuah sungai yang mengalir kami beri nama sungai Sampie, dulu saya ingat waktu masih kecil airnya mengalir jernih dan deras, penduduk menggantungkan kebutuhan air disana juga mengambil ikan dari sana, tapi kini sungai itu kering, tertinggal batu-batu gunung dan penggundulan akibat pertambangan disana. setelah pasir&batunya dikeruk untuk ditambang dijadikan bahan dasar bangunan, sungai itu ditinggalkan begiti saja tanpa rehabilitasi. kalopun ada rehabilitasi itu butuh waktu lama bro. 
btw, sy tdk tau kenapa dimasukkan dlm group Bima Institute ini, mungkin karena sahabat saya kebanyakan org Bima ^_^, Tks Admin.



Murthadha Subhani memahami struktur kesimpulan dalam memahami objek persoalan jangan terjebak pada sikap pragmatis ,karna sadar tidak sadar kita sudah di politi sasi oleh segelintir orang dalam masalah ini .jadi persoalan itu tidak akan selesai kalau masih ada pelacur pelacuur intelektual yang main di belakang masalah ini




Ilham Abdul Rasul Se 
‎@ATA ; suara rakyat adalah suara tuhan sebuah jargon yg cukup membakar semangat perlawanan, sy mau bilang rakyat tetap harus menjadi variabel utama dlm setiap bangunan kebijakan pemerintah karna secara esensi kebutuhan rakyatlah yg hendak dijawab karna itu perbincangan soal rakyat tentu harga mati, trus soal fakta empiris yg menunjukkan rakyat kebanyakan menjadi korban penambangan hal itu juga saya pikir clear namun sekedar bahan banding buat kita pada kebanyakan negara timur tengah yg potensi tambangnya cukup besar yang saya tahu tidak pernah sekalipun rakyatnya menolak penambangan itu artinya disana rakyatnya tdk merasa menjadi korban dr kebijakan itu, kalau begitu kesimpulan kita atas beberapa fakta empirik yg terjadi di indonesia menjadi terbantahkan, karna itu hemat saya biarlah semua fakta empirik tadi menjadi tesis buat kita untuk melakukan telaah baru yang berujung pada lahirnya sintesa dimana itu yg akan menjadi fakta baru untuk kasus yg bakal terjadi berikutnya.orang2 tua dulu pernah bilang kalau ada seekor tikus menjadi ancaman dalam sebuah rumah jangan lantas karna kita membenci tikus lalu kita bakar rumah itu padahal tanpa kita sadari kita telah kehilangan rumah, maksud saya cara pandang yg menganggap bahwa kebijakan pemerintah untuk melakukan tambang hanya menguntungkan kalangan tertentu saja harus kita sedikit mengeliminasi karna boleh jadi apa yg kita duga sama sekali sebuah kesalahan mendasar yg boleh jadi justru merugikan rakyat yg kita mau bela.. Be positive thinking dan lakukan pemetaan secara akademis agar semuanya memberi hasil yang masuk akal. Makasih atas responnya bro.
@MS ; politisasi atau apapun sah2 saja dlm era keterbukaan bro hanya saja kita tidak lantas pesimis dengan semua upaya yg kita mau lakukan bro. Kan ada cara yang secara taktik bisa mematikan gerakan pragmatis kayak gitu bro. Heheh



Arief Rahman 
pertambangan dengan sistem dan manajemen yang baik bisa mengantarkan sebagian besar masyarakat sekitar daerah tambang menuju kesejahteraan, tapi itu tidak berlaku untuk Bima. Memang kita kaya tambang, tetapi kita miskin pemimpin yang jujurdan adil... kalau awal pengadaan usaha tambang saja tidak transparan dan ditengarai tidak memenuhi prinsip-prinsip keadilan untuk masyarakat, bagaimana kalau nanti ketika mesin-mesin itu mulai mebggerogoti dana mbojo dari dalam tanah?



Ilham Abdul Rasul Se 
‎@AR; saya termasuk orang bima yg kalau bicara bima selalu mau marah akibat ketidaksukaan saya terhadap segala sisi lemah pemda bima hari ini. Cuma terkait tema tambang ini sy berusaha sedemikian rupa untuk berpikir positif siapa tahu ini dapat memberi manfaat buat masy kita. Terkait semua yg tadi bro sampaikan banyak benarnya cuma saya mau hal ini kita dekatkan dengan cara pandang yang sifatnya lebih dapat dipertanggungjawabkan



sumber:(
https://www.facebook.com/groups/nurdinmicky/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar