29/10/11

PACUAN KUDA, ANTARA BUDAYA DAN JUDI


 Pacuan Kuda tradisional adalah suatu budaya yang mestinya bernilai estetika,namun karena dibumbu dengan praktek perjudian para pecinta kuda pacu melemahkan nilai budaya dan akidah agama. Sebab judi dalam ranah apapun, tidak bisa ditoleransi keberadaannya, apalagi disandingkan dengan nilai budaya Bumi mbojo.
Mengutip Pesan yang disampaikan tokoh agama terkemuka Kota Bima, H.Ahmad S.Ag menyoal keberadaan pacuan kuda yang sarat fenomena judi dalam pelaksanaannya, merupakan salah satu penyakit social  keagamaan yang mesti dihilangkan dan tidak patut dijadikan tradisi yang secara terus menerus. Bahkan dibiarkan menjadi dan menjadi hal yang dianggap bias menyertai setiap Event pacuan kuda.
Agama dalam konteks apapun kata Ahmad, tidak mentoleransi kebiasaan judi dalam bentuk apapun apalagi terlihat terjadi pembiaran dalam pelaksanaannya, oleh siapapun aparatur Pemerintah termasuk pihak keamanan. Tentu, katanya, fenomena semacam itu sangat disayangkan terjadi, tanpa ada usaha merehabilitasi dan mendesain pola pacuan kuda tanpa ada judi menyertainya.
Sepatutnya, kata dia, pacuan kuda tidak dilihat sebagai Budaya dan efek positif geliat ekonomi pasar yang kompleksitas terjadi di arena tersebut, tetapi yang terpenting pula sisi lain yang berimplikasi negative dalam prespektif budaya itu sendiri dan perspektif aqidah agama. Tegasnya, tidak ada budaya manapun apalagi dianggap tradisi yang lahir terus menerus, pada konteks judi, seperti yang acap terjadi di arena pacuan kuda. Apapun motivasi yang terkandung didalamnya, perjudian dalam bentuk taruhan dengan alasan rasa fanatisme dan favorit pada salah satu kuda yang tengah dipacu (dilombakan), tentu secara tegas dilarang oleh agama, dan tidak dibenarkan pula ada kesan yang timbul terjadi pembiaraan oleh pihak yang berwenang.
Penonton Pacuan Kuda di Kota Bima, Foto: Raka Mariko
“Kalau kita berpikir sehat dan bijaksana merujuk dari tatanan dan perintah agama, maka apapun bentuk perjudian, mesti ada usaha bersama untuk melarang dan memberantasnya, jangan ada pembiaraan yang terjadi di depan mata kita, sesungguhnya judi dan hammar (minuman keras) perbuatan setan yang dibenci Allah”, ujarnya sehingga niat suci pemerintah dalam melestarikan budaya daerah semacam pacuan kuda tradisional, tidak dicemari oleh hal-hal yang menyesatkan semacam taruhan perjudian.
Semoga ada keikhlasan kolektif, untuk memandang dan menyikapi prosesi judi yang acap terjadi diarena pacuan kuda, tidak dijadikan tradisi yang terkesan pembiaraan. Sesungguhnya budaya pacuan kuda yang menjadi icon daerah dapat terus lestari tanpa ada peradaban budaya tersebut, pada hal-hal yang negative menurut budaya dan agama tentunya, Semuanya berpulang pada kesadaran kita semua. (Sumber: http://www.babuju.com/headline-koran-harian-bima/2011/pacuan-kuda-antara-budaya-dan-/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar