Penyakit kusta hanya mengenai seseorang yang kondisi/kekebalan tubuhnya lemah dan kontak yang lama dengan penderita kusta tipe basah yang tidak diobati. Oleh karena itu penderita kusta tidak perlu dikucilkan. Demikian simpulan kegiatan advokasi penyakit kusta tingkat Kabupaten Bima.
Kegiatan yang dihelat Dinas Kesehatan Kabupaten Bima Selasa (2/11) di Aula Dishubkominfo Kota Bima, diikuti oleh perwakilan Dinas dan Instansi Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, Camat dan Kepala Desa, perwakilan Puskesmas se-Kabupaten Bima.
Pada kesempatan tersebut, drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bima dalam sambutanya mengatakan bahwa, Bima merupakan penyumbang terbesar penyakit kusta di Nusa Tenggara Barat (NTB). Oleh sebab itu, diadakan advokasi kepada seluruh pihak-pihak terkait mengenai penyakit kusta tersebut. Diharapkannya, melalui forum pertemuan yang menghadirkan pembicara yakni dr. Christin Widyaningrum dari Kementerian Kesehatan RI, I Made Suadnya, M.Kes dari P2L Dikes Propinsi NTB, Hadjar berharap bisa ditemukan solusi sebagai jalan keluar mengatasi merebaknya penyakit kusta.
Diakui Kadis Kesehatan ini, angka penderita kusta di Kabupaten Bima dari tahun ke tahun belum bisa diminimalisir bahkan semakin bertambah. Oleh sebab itu, pihaknya sedini mungkin mendeteksi setiap masyarakat Kabupaten Bima dengan cara terjun langsung ke lapangan. Hal itu dilakukan agar bisa diupayakan pencegahan.
“Dikes masih mengalami kesulitan menangani kasus lepra, mudah-mudahan dengan adanya forum ini Kabupaten Bima dapat mencapai eliminasi mengingat banyaknya penderita penyakit Lepra di Kabupaten Bima”. Harapnya.
Sementara dr. Christin Widyaningrum dalam paparannya menjelaskan, penyakit kusta merupakan penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman Kusta (Mycobacterium Leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Gejala awal dari penyakit kusta, kelainan kulit berupa bercak putih panu ataupun kemerahan yang kurang rasa ataupun mati rasa, tidak ditumbuhi bulu, tidak mengeluarkan keringat, tidak gatal dan tidak sakit, sehingga penderita sama sekali tidak merasa terganggu.
Gejala lanjut ditandai dengan, adanya kecacatan, tidak bisa menutup mata, bahkan sampai buta, mati rasa pada telapak tangan, jari-jari kiting, memendak (Absorbsi) dan putus-putus (Mutilasi), lunglai, mati rasa pada telapak kaki, jari-jari kiting, memendak dan putus-putus, simper. Christin menambahkan, ada dua jenis penyakit kusta ; kusta kering (Pausi Basiler) dan kusta basah (Multi Basiler). Kedua jenis kusta tersebut bukan disebabkan oleh, kutukan, keturunan, dosa, guna-guna, makanan tetapi disebabkan oleh kuman Kusta. Keterlambatan berobat ke pelayanan kesehatan yang menyebabkan terjadinya kecacatan.
“Supaya tidak cacat kenali gejala kusta lebih awal, apabila kuman kusta sudah terinveksi maka, rajin ke Puskesmas dan minum obat secara teratur”. Jelasnya.
Masih menurut Christin, tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (sekitar 5 %) yang dapat tertular. Kondisi tubuh yang lemah memudahkan tertular penyakit kusta. Penyakit kusta dapat menular dari penderita kusta tipe basah yang tidak diobati. Penularan dapat terjadi melalui pernapasan dalam waktu yang lama.
Oleh sebab itu, Christin menghimbau sedini mungkin kenali dan cegah penyebaran kuman kusta, imunisasi BCG pada bayi membantu mengurangi terkena kusta, segera berobat ke Puskesmas bila mengalami kelainan kulit berupa bercak mati rasa menjadi tebal, dan bertambah merah atau bercak bertambah banyak disertai demam dan nyeri otot.
Mengakhiri penyampaian materinya, Christin menjelaskan bagaimana pengobatan penyakit kusta, menurutnya obat untuk menyembuhkan penyakit kusta dikemas dalam blister (keeping) yang disebut Multi Drug Therapy (MDT). Lama minum obat tergantung dari jenis penyakit kusta. Untuk jenis kusta basah obat harus diminum setiap hari selama 12 bulan. Untuk jenis kusta kering obat harus diminum setiap hari selama 6 bulan.
Sementara I Made Suadnya, M.Kes mengatakan, Jumlah penduduk NTB pada tahun 2010 sebanyak 4.437 juta jiwa, relevansi rate 0,57 persen/10.000 penduduk.
Dari 100 ribu orang di NTB ada sekitar 6 orang yang terinveksi kuman lepra.
Sedangkan data penderita kusta tahun 2010 di Bima ; 53 orang dengan tipe Pausi Basiler dan 58 orang dengan tipe Multi Basiler. “Angka tertinggi penemuan kasus lepra ada di Kota Bima dan yang terendah terdapat pada Kabupaten Lombok Utara”. Jelasnya.
Made meyakinkan, tidak perlu malu dengan predikat angka tertinggi kasus lepra. Semangat yang tinggi dan kemauan yang keras merupakan ujung tombak untuk memerangi penyakit lepra. Oleh sebab itu, I Made mengharapkan agar sedini mungkin mendeteksi adanya penyakit lepra di masyarakat supaya bisa ditangani dan dicegah. “Nggak usah khwatir, temukan kasus ini sebanyak-banyaknya supaya bisa diobati sedini mungkin” tegasnya.
Sementara itu, Kabid P2PL Dikes Kabupaten Bima Tasmin Bukhori SKM menjelaskan situasi Kabupaten Bima tahun 2011 dengan jumlah penduduk 443 ribu, Kabupaten Bima merupakan endemic tinggi. Prevalen rate 2,7/10.000 penduduk. Sedangkan case detection rate sebanyak 24/100.000 penduduk. Proporsi Multi Basiler sebanyak 72,6 persen, proporsi anak sebanyak 11 persen, prorsi cacat tingkst II sebanyak 0,02 persen.
Masih menurut Tasmin, strategi penanggulangan program kusta terdiri dari ; pemberdayaan Tokoh Masyarakat (TOMA) sebagai kader untuk menemukan penderita sebanyak-banyaknya sesuai dengan tanda gejala yang telah dilatih oleh Nakes, OJT petugas Pustu dan Bidan desa.
Pada kesempatan tersebut, drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bima dalam sambutanya mengatakan bahwa, Bima merupakan penyumbang terbesar penyakit kusta di Nusa Tenggara Barat (NTB). Oleh sebab itu, diadakan advokasi kepada seluruh pihak-pihak terkait mengenai penyakit kusta tersebut. Diharapkannya, melalui forum pertemuan yang menghadirkan pembicara yakni dr. Christin Widyaningrum dari Kementerian Kesehatan RI, I Made Suadnya, M.Kes dari P2L Dikes Propinsi NTB, Hadjar berharap bisa ditemukan solusi sebagai jalan keluar mengatasi merebaknya penyakit kusta.
Diakui Kadis Kesehatan ini, angka penderita kusta di Kabupaten Bima dari tahun ke tahun belum bisa diminimalisir bahkan semakin bertambah. Oleh sebab itu, pihaknya sedini mungkin mendeteksi setiap masyarakat Kabupaten Bima dengan cara terjun langsung ke lapangan. Hal itu dilakukan agar bisa diupayakan pencegahan.
“Dikes masih mengalami kesulitan menangani kasus lepra, mudah-mudahan dengan adanya forum ini Kabupaten Bima dapat mencapai eliminasi mengingat banyaknya penderita penyakit Lepra di Kabupaten Bima”. Harapnya.
Sementara dr. Christin Widyaningrum dalam paparannya menjelaskan, penyakit kusta merupakan penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman Kusta (Mycobacterium Leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Gejala awal dari penyakit kusta, kelainan kulit berupa bercak putih panu ataupun kemerahan yang kurang rasa ataupun mati rasa, tidak ditumbuhi bulu, tidak mengeluarkan keringat, tidak gatal dan tidak sakit, sehingga penderita sama sekali tidak merasa terganggu.
Gejala lanjut ditandai dengan, adanya kecacatan, tidak bisa menutup mata, bahkan sampai buta, mati rasa pada telapak tangan, jari-jari kiting, memendak (Absorbsi) dan putus-putus (Mutilasi), lunglai, mati rasa pada telapak kaki, jari-jari kiting, memendak dan putus-putus, simper. Christin menambahkan, ada dua jenis penyakit kusta ; kusta kering (Pausi Basiler) dan kusta basah (Multi Basiler). Kedua jenis kusta tersebut bukan disebabkan oleh, kutukan, keturunan, dosa, guna-guna, makanan tetapi disebabkan oleh kuman Kusta. Keterlambatan berobat ke pelayanan kesehatan yang menyebabkan terjadinya kecacatan.
“Supaya tidak cacat kenali gejala kusta lebih awal, apabila kuman kusta sudah terinveksi maka, rajin ke Puskesmas dan minum obat secara teratur”. Jelasnya.
Masih menurut Christin, tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (sekitar 5 %) yang dapat tertular. Kondisi tubuh yang lemah memudahkan tertular penyakit kusta. Penyakit kusta dapat menular dari penderita kusta tipe basah yang tidak diobati. Penularan dapat terjadi melalui pernapasan dalam waktu yang lama.
Oleh sebab itu, Christin menghimbau sedini mungkin kenali dan cegah penyebaran kuman kusta, imunisasi BCG pada bayi membantu mengurangi terkena kusta, segera berobat ke Puskesmas bila mengalami kelainan kulit berupa bercak mati rasa menjadi tebal, dan bertambah merah atau bercak bertambah banyak disertai demam dan nyeri otot.
Mengakhiri penyampaian materinya, Christin menjelaskan bagaimana pengobatan penyakit kusta, menurutnya obat untuk menyembuhkan penyakit kusta dikemas dalam blister (keeping) yang disebut Multi Drug Therapy (MDT). Lama minum obat tergantung dari jenis penyakit kusta. Untuk jenis kusta basah obat harus diminum setiap hari selama 12 bulan. Untuk jenis kusta kering obat harus diminum setiap hari selama 6 bulan.
Sementara I Made Suadnya, M.Kes mengatakan, Jumlah penduduk NTB pada tahun 2010 sebanyak 4.437 juta jiwa, relevansi rate 0,57 persen/10.000 penduduk.
Dari 100 ribu orang di NTB ada sekitar 6 orang yang terinveksi kuman lepra.
Sedangkan data penderita kusta tahun 2010 di Bima ; 53 orang dengan tipe Pausi Basiler dan 58 orang dengan tipe Multi Basiler. “Angka tertinggi penemuan kasus lepra ada di Kota Bima dan yang terendah terdapat pada Kabupaten Lombok Utara”. Jelasnya.
Made meyakinkan, tidak perlu malu dengan predikat angka tertinggi kasus lepra. Semangat yang tinggi dan kemauan yang keras merupakan ujung tombak untuk memerangi penyakit lepra. Oleh sebab itu, I Made mengharapkan agar sedini mungkin mendeteksi adanya penyakit lepra di masyarakat supaya bisa ditangani dan dicegah. “Nggak usah khwatir, temukan kasus ini sebanyak-banyaknya supaya bisa diobati sedini mungkin” tegasnya.
Sementara itu, Kabid P2PL Dikes Kabupaten Bima Tasmin Bukhori SKM menjelaskan situasi Kabupaten Bima tahun 2011 dengan jumlah penduduk 443 ribu, Kabupaten Bima merupakan endemic tinggi. Prevalen rate 2,7/10.000 penduduk. Sedangkan case detection rate sebanyak 24/100.000 penduduk. Proporsi Multi Basiler sebanyak 72,6 persen, proporsi anak sebanyak 11 persen, prorsi cacat tingkst II sebanyak 0,02 persen.
Masih menurut Tasmin, strategi penanggulangan program kusta terdiri dari ; pemberdayaan Tokoh Masyarakat (TOMA) sebagai kader untuk menemukan penderita sebanyak-banyaknya sesuai dengan tanda gejala yang telah dilatih oleh Nakes, OJT petugas Pustu dan Bidan desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar